Mengembalikan Makna Pelajaran Sejarah (Tulisan 1)
Bagi anak muda saat ini, pahlawan hanyalah untuk dihafalkan
namanya. Jika mendengar nama Jenderal Besar Soedirman, maka yang ada di benak
sebagian besar anak muda terutama pelajar adalah bahwa nama beliau bagian dari pelajaran
sejarah. Betul, bahwa beliau disebutkan namanya dalam pelajaran dan siswa harus
paham peranan beliau dalam perjuangan merebut dan mempertahankan kemerdekaan.
Namun yang sangat disayangkan, nama dan gelar pahlawan bangsa hanyalah diingat
untuk sekedar bisa menjawab soal dalam berbagai ujian.
Sosok pahlawan, harusnya bisa membuat kita bangga dengannya.
Namun, kebanggan anak bangsa terhadap para pahlawan bangsa sangat
memprihatinkan. Apakah jasa mereka terlalu kecil sehingga putra bangsa tidak
lagi merasa takjub dengan perjuangan yang telah dilakukan ? tentu bukan karena
itu.
Kisah pahlawan bangsa kini hanyalah sekedar bagian dari mata
pelajaran yang harus dihafalkan, jika salah dalam menjawab soal maka nilai
menjadi taruhannya. Adakah yang salah ? pelajaran sejarah sangat penting untuk
diajarkan, bahkan menjadi sebuah keharusan untuk memperkuat jatidiri bangsa.
Namun jika muatan sejarah hanya sekedar untuk dihafalkan, maka nilai pokoknya akan
hilang. Seharusnya pelajaran sejarah mampu memberikan motivasi untuk berkarya,
membangun komitmen untuk meneruskan perjuangan dan menambah kecintaan pada
bangsa dan negara.
Beberapa koreksi yang perlu dilakukan adalah mengenai materi
sejarah dan metode pembelajarannya. Materi sejarah yang terdapat dalam buku
pelajaran kurang memberikan penekanan pada nilai-nilai substansial terhadap
bangunan sejarah yang seharusnya lebih diutamakan. Siswa dibiarkan mengalami
kesulitan untuk menghafalkan urutan peristiwa, tanggal dan pelaku. Akibatnya
pelajaran sejarah menjadi sangat membosankan. Seharusnya pelajaran sejarah berasal
dari inti pesan yang akan disampaikan, baru kemudian dibuatkan alur cerita yang
menarik dan biarkan siswa menikmati cerita itu tanpa tekanan untuk harus
dihafalkan.
Peristiwa perang Diponegoro menjadi contoh yang menarik
untuk dicermati. Ketika siswa ditanya mengenai penyebab perang Diponegoro,
mayoritas akan menjawab karena makam leluhur Pangeran Diponegoro akan dijadikan
jalan oleh Belanda. Tentu saja hal itu akan mengkerdilkan perjuangan Pangeran
Diponegoro melawan penjajahan Belanda, sebab perlawanan yang dilakukan hanyalah
sekedar urusan keluarga. Padahal, masalah jalan hanyalah akibat dari
pertentangan Pangeran Diponegoro yang begitu sengit terhadap Belanda. Inti
cerita mengenai perlawanan heroik yang dilakukan oleh Pangeran Diponegoro dan
pasukannya hingga dikhianati oleh Belanda dalam sebuah upaya perjanjian tidak
terlalu nampak. Apalagi siswa lebih fokus menghafal tahun terjadinya perang
Diponegoro dibandingkan dengan memahami nilai perjuangan yang ada didalamnya.
Guru sejarah memang harus bisa merancang cerita, lengkap
dengan bumbu-bumbu penyedapnya. Dalam menceritakan kekalahan Napoleon Bonaparte
yang kemudian mengakhiri petualangannya mengalahkan bangsa-bangsa di Eropa,
Agung Pribadi memberikan judul dalam salahsatu bab di bukunya “Napoleon kalah
gara-gara Indonesia”. Lho kok bisa ?. Napoleon Bonaparte, seorang kaisar
Perancis yang haus kekuasaan mengalami kekalahan telak ketika berperang di
wilayah bernama Waterloo, Belgia. Penyebabnya adalah karena kondisi cuaca yang
jauh dari perkiraan Napoleon. Usut-punya usut, perubahan cuaca yang
mengakibatkan hujan sangat deras hingga salju yang berlangsung aneh karena
tidak sesuai waktu biasanya, terjadi akibat letusan gunung Tambora di Pulau
Sumbawa, Indonesia. Letusan gunung yang tercatat sebagai letusan terhebat
sepanjang sejarah manusia itu, mengeluarkan abu vulkanik yang begitu banyak
sehingga menyebabkan langit tertutup dan mempengaruhi iklim dunia.
Disamping materi dan metode, dalam situasi saat ini informasi
dari media juga sangat dominan dalam mempengaruhi pendapat masyarakat, termasuk siswa. Maka
dalam pembelajaran sejarah, juga membutuhkan peran media yang maksimal. Perlu
diciptakan situasi yang mampu membawa emosi siswa masuk dalam arena sejarah.
Ketika menceritakan peristiwa proklamasi akan sangat terasa jika disertai
dengan suara latar pembacaan teks proklamasi, begitupula dengan peristiwa
lainnya.
Sosok pahlawan harus dapat digambarkan dengan baik sebagai
wujud peneguhan eksistensi bangsa kedepan. Selamat hari pahlawan, 10 Nopember
2015. Semoga akan terlahir pahlawan-pahlawan baru dalam berbagai perannya.
Amin
M Anantiyo Widodo, SE
(Guru IPS / Kepala SMP IT Cahaya Insani)
Tags : Pendidikan
anantiyo
Pencari Inspirasi
Hikmah atau inspirasi adalah kekayaan yang menghidupkan akal, memperkuat insting kebijakan, dan mengkaryakan bakat .
- anantiyo
- M Anantiyo Widodo
- anantiyo_widodo
- anantiyo.widodo@gmail.com
- Anantiyo Widodo
Posting Komentar